07.50

PROPOSAL SKRIPSI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRI BERORIENTASI DISKOVERI PADA MATERI PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII-6 SMP NEGERI 3 MATARAM TAHUN AJARAN 2007/2008

OLEH: ERAWATI



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prestasi belajar siswa khususnya siswa SMP di provinsi NTB masih terbilang rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang tidak lulus ujian nasional pada tahun ajaran 2006/2007 yaitu sebanyak 8.561 (12,09%) dari 67.198 peserta (Suara NTB, 28/06/07). Masih tingginya tingkat ketidaklulusan peserta ujian nasional tersebut mengindikasikan rendahnya prestasi belajar di daerah NTB.
Rendahnya prestasi belajar siswa juga terjadi di SMP Negeri 3 Mataram, seperti yang terlihat dari data hasil ujian nasional SMPN 3 Mataram tahun ajaran 2006/2007 dibawah ini.
Tabel 1: Data Ujian Nasional SMPN 3 Mataram Tahun ajaran 2006/2007

Nilai Bhs Indonesia Bhs Inggris Matematika Jumlah
Terendah 2,80 2,40 1,33 7,80
Tertinggi 10,00 8,60 9,33 25,93
Rata-rata 6,83 4,83 4,73 16,39
Sumber: Departemen Pendidikan Nasional
Tingkat kelulusan siswa SMP Negeri 3 Mataram tahun ajaran 2006/2007 adalah 92,65% dengan jumlah peserta ujian sebanyak 286 orang. 21 orang dinyatakan tidak lulus ujian (7,35%) karena tidak memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah yaitu nilai minimal 4,27.
Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, dari 3 mata pelajaran yang diujiankan, matematika menduduki tempat terendah dengan rata-rata 4,73. Bahkan 21 orang siswa yang dinyatakan tidak lulus, semuanya memiliki nilai matematika dibawah 4,27. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat prestasi belajar siswa SMPN 3 Mataram khususnya dalam pelajaran matematika masih rendah.
Rendahnya prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 3 Mataram juga ditunjukkan dengan nilai rata-rata ujian semester matematika kelas VII semester 1 tahun ajaran 2007/2008 di bawah ini.
Tabel 2: Data rata-rata nilai ujian semester matematika siswa kelas VII Semester 1 SMPN 3 Mataram Tahun ajaran 2007/2008

No. Kelas Jumlah Siswa Rata-rata Nilai
1. VII-1 36 41,28
2. VII-2 36 49,55
3. VII-3 35 40,28
4. VII-4 34 38,49
5. VII-5 35 47,46
6. VII-6 36 35,68
7. VII-7 37 45,11
8. VII-8 36 47,81
Sumber: Daftar nilai guru matematika
Nilai rata-rata ujian semester kelas VII semester 1 tahun ajaran 2007/2008 baru mencapai 43,21. Hasil tersebut masih terbilang rendah dibandingkan dengan kriteria ketuntasan belajar yaitu 65. Terlebih lagi pada kelas VII-6 dimana rata-rata nilai ujian semesternya hanya mencapai 35,68.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika pada kelas VII-5 sampai VII-8 yaitu ibu Hari Rohayati dan pengamatan selama melaksanakan kegiatan PPL di SMPN 3 Mataram, rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa SMPN 3 Mataram terutama kelas VII disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Kurangnya interaksi antara guru dan siswa. Hal ini dapat dilihat dari jarangnya siswa mengajukan pertanyaan selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru pun jarang mengajukan pertanyaan yang dapat memacu siswa untuk mengeluarkan pendapatnya.
2) Kurangnya interaksi antara siswa dengan siswa, karena guru lebih banyak memberi tugas secara individu, sehingga siswa berusaha memecahkan masalah seorang diri.
3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran masih kurang, karena proses pembelajaran didominasi oleh guru dan siswa merasa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Sehingga minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika pun menjadi kurang.
4) Metode yang digunakan oleh guru hanya metode ceramah dan pemberian tugas, sehingga siswa menjadi pasif karena mereka hanya menunggu keterangan atau penjelasan yang disampaikan guru.
Dari keempat faktor tersebut, apabila dianalisis secara mendalam faktor keempat merupakan akar permasalahan dari rendahnya prestasi belajar matematika SMPN 3 Mataram, khususnya kelas VII. Metode pembelajaran yang selama ini digunakan merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya sebagai penerima informasi. Hal itu menyebabkan siswa menjadi pasif dan partisipasi mereka dalam kegiatan belajar mengajar sangat kurang. Interaksi antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa pun tidak terlihat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti bekerjasama dengan guru matematika kelas VII-6 SMPN 3 Mataram mencoba menerapkan suatu metode pembelajaran yang akan mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Suatu metode yang akan menghidupkan interaksi antara siswa dan guru, siswa dengan siswa, serta keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar sehingga dapat diperkirakan bahwa minat siswa dalam belajar matematika meningkat dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pembelajaran dengan metode inquiri berorientasi diskoveri selalu mengusahakan agar siswa terlibat dalam masalah-masalah yang dibahas. Siswa diprogramkan agar selalu aktif, secara mental maupun fisik. Materi yang disajikan guru, tidak diberitahukan begitu saja dan diterima oleh siswa, namun siswa diusahakan sedemikian rupa hingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka ”menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru.
Penerapan metode pembelajaran ini difokuskan pada materi persegi panjang dan persegi karena materi ini dianggap sesuai dengan inti dari metode inquiri berorientasi diskoveri yang menekankan pada penyelidikan yang berorientasi pada penemuan. Pada materi ini, siswa dapat menyelidiki kemudian menemukan sifat-sifat persegi panjang dan persegi serta menarik kesimpulan mengenai pengertian persegi panjang dan persegi itu sendiri. Siswa juga dapat melakukan penemuan berdasarkan penyelidikan tentang keliling dan luas daerah persegi panjang dan persegi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba menerapkan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri pada materi persegi panjang dan persegi untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII-6 SMP Negeri 3 Mataram tahun ajaran 2007/2008.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri pada materi persegi panjang dan persegi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII-6 SMP Negeri 3 Mataram tahun ajaran 2007/2008?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:
1. Meningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran materi persegi panjang dan persegi melalui metode inquiri berorientasi diskoveri.
2. Meningkatan prestasi belajar belajar siswa pada materi persegi panjang dan persegi dengan menggunakan metode inquiri yang berorientasi pada diskoveri.
3. Meningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Adapaun manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.
b. Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan metode pembelajaran inquri berorientasi diskoveri.
c. Bagi siswa agar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran matematika melalui metode pembelajaran inquri berorientasi diskoveri.
b. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan masukan khususnya bagi guru kelas VII tentang suatu alternatif pembelajaran matematika dalam student centered untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika siswa dengan metode pembelajaran inquri berorientasi diskoveri.
c. Bagi siswa terutama sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar matematika secara aktif dan kreatif melalui kegiatan penyelidikan sesuai perkembangan berfikirnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran
Hamalik (2003:16) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan. Sedangkan Gagne dalam Hidayat (1990:2) menyatakan, belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang akan diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar.
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. Prinsip dasar KBM adalah memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/konsep/prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berpikir logis, kritis, dan kreatif (Depdiknas, 2005:12).
Berdasarkan pengertian belajar dan kegiatan belajar mengajar maka terdapat istilah yang relevan sesuai dengan perkembangan pendidikan sekarang yaitu pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Wikipedia, 2007:12). Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Menurut Sanjaya (2005:78), pembelajaran merupakan istilah yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam penataan proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Jika dalam istilah “mengajar (pengajaran)” menempatkan guru sebagai “pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam “pembelajaran” guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, mengelola berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa.
Mulyasa (2004:16) mengutarakan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik. Sedangkan menurut Brunner dalam Depdiknas (2005:9) pembelajaran adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah. Bruner dalam Sagala (2003:63) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara siswa dan guru, dimana siswa tidak hanya sebagai penerima informasi tetapi ikut aktif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga terjadi perubahan perilaku siswa ke arah yang lebih baik.
2. Metode Pembelajaran
Suryosubroto (2002:149) mengatakan metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam metode pembelajaran, tujuan yang dimaksudkan adalah tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran merupakan salah satu cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode pembelajaran sangat penting sebagai alat dalam menciptakan proses belajar mengajar.
Ahmadi (1997:52) mengatakan bahwa metode pembelajaran adalah tekhnik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikan, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Sedangkan menurut Hasibuan (2004:71) metode pembelajaran adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar mengajar, dimana strategi belajar mengajar merupakan pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Surakhmad dalam Suryosubroto (2002:148) menegaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan daripada proses pembelajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan seorang guru dalam proses belajar mengajar untuk menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
3. Inquiri Berorientasi Diskoveri
a. Pengertian

Inquiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan, sedangkan ”discovery” berarti penemuan. Istilah inquiri (penyelidikan) sering dipertukarkan dengan diskoveri (penemuan), namun sebenarnya terdapat perbedaan antara proses yang terjadi pada inquiri dan diskoveri itu sendiri.
Amin dalam Ahmadi (1997:76) mengutarakan bahwa pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin siswa dapat mengembangkan proses-proses discovery. Dengan demikian, pada pengajaran diskoveri ini, kegiatan belajar mengajar harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip melalui mentalnya dengan mengamati, mengukur, menduga, menggolongkan, mengambil kesimpulan, dan sebagainya. Pada inquiri, proses-proses yang terjadi lebih luas dan lebih tinggi tingkatannya daripada diskoveri. Proses-proses mental yang terjadi dalam inquiri antara lain, merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganilis data, serta menarik kesimpulan.
Hamalik (2003:63) menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan inquiri (inquiry-based teaching) adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa (student-centered strategy) dimana kelompok-kelompok siswa dibawa ke dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Inquiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce and Bruce dalam Hasnunidah, 2007:116).
Sedangkan menurut Hamalik (2003:134), diskoveri adalah suatu strategi dimana guru mengizinkan agar siswa melakukan penemuan sendiri informasi dalam suasana tradisional padahal analisis yang sederhana itu hanyalah merupakan praktek suatu strategi yang legih kompleks. Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar (Mulyasa, 2005:110).
Sund dalam Suryosubroto (2002:193) mengatakan bahwa inquiri merupakan perluasan proses diskoveri yang digunakan lebih mendalam. Sejalan dengan hal tersebut, Hamalik (2003:219) menyatakan bahwa pengajaran inquiri dibentuk atas dasar diskoveri, sebab seorang siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan kemampuan lainnya.
Berdasarkan beberapa rumusan, Hamalik (2003:63) mendefinisikan metode pembelajaran inquiri berorintasi diskoveri sebagai situasi-situasi akademik dimana kelompok-kelompok kecil siswa (yang terdiri atas empat sampai 6 orang anggota) mencari jawaban-jawaban terhadap topik-topik inquiri yang ditemukan. Para siswa didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan.
Metode inquiri berorientasi diskoveri merupakan metode inquiri yang menuju pada diskoveri (penemuan). Melalui ”penyelidikan”, siswa berhasil memperoleh suatu ”penemuan” (Azhar, 1993:98). Pada proses pembelajarannya siswa dituntun untuk melakukan ”penyelidikan” hingga akhirnya mendapatkan suatu ”penemuan”. Dalam situasi ini para siswa melakukan berbagai langkah inquiri untuk menemukan konsep-konsep yang dapat diketahui atau diperoleh.
Inquri yang berorientasi pada diskoveri (discovery-oriented inquiry) memberikan peran luas kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajarnya. Mulai dari obsevasi untuk menemukan dan merumuskan masalah sampai pada kesimpulan dan tindak lanjut pengembangan masalah dilakukan oleh siswa (Hasnunidah, 2007:116). Pada proses inquiri ini guru dituntut untuk berperan sebagai fasilitator, narasumber, dan konselor kelompok. Guru menyajikan beberapa pengetahuan sekaligus mendorong siswa untuk mencari pengetahuan sendiri (Hamalik, 2004:64).
Metode inquiri yang berorientasi pada diskoveri dapat menuntun siswa melakukan penemuan konsep sendiri melalui percobaan, bila guru mempersiapkan dan membimbing secara intens proses penemuan itu (Hasnunidah, 2007:120). Sehingga bila ada kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi objek untuk menemukan fakta-fakta yang mengarah pada penemuan konsep, guru dapat membantu.
Agar pelaksanaan proses inquiri berorientasi diskoveri berlangsung secara efektif mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya, guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
1) Siswa diarahkan ke pokok permasalahan yang akan dicari jawabannya atau ditemukan jalan keluarnya. Untuk itu maka guru harus menjelaskan tujuan serta permasalahannya sampai siswa benar-benar memahaminya.
2) Guru hendaknya memberi keleluasaan kepada siswa untuk berdiskusi, bertanya, atau mengemukakan kemungkinan pilihan jawaban. Peranan guru di sini adalah membatasi agar siswa jangan sampai keluar dari pokok permasalahan.
3) Guru diharapkan mampu memberikan pertanyaan pancingan bilamana siswa dinilai kurang mampu menganalisis masalah.
4) Guru tidak memberikan jawaban langsung terhadap permasalahan yang dihadapi (Azhar, 1993:99).
Hamalik (2003:65) juga mengungkapkan, agar pelaksanaan proses inquiri berorientasi diskoveri ini berhasil, guru harus memperhatikan beberapa kriteria, yaitu:
1) Merumuskan topik inquiri dengan jelas dan bermanfaat bagi siswa.
2) Membentuk kelompok yang seimbang, baik akademis maupun sosial.
3) Menjelaskan tugas dan menyediakan balikan kepada kelompok-kelompok dengan cara yang responsif dan tepat waktunya.
4) Sekali-sekali perlu intervensi oleh guru agar terjadi interaksi antarpribadi yang sehat dan demi kemajuan tugas. Melaksanakan penilaian terhadap kelompok, baik terhadap kemajuan kelompok maupun terhadap hasil-hasil yang dicapai.
b. Tujuan dan manfaaat

Adapun tujuan dan manfaat dari pelaksanaan metode inquiri berorientasi diskoveri menurut Azhar (1993:99) adalah sebagai berikut:
1) Mengembangkan sikap, ketrampilan, kepercayaan siswa dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.
2) Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analitis dan logis).
3) Membina dan mengembangkan sikap ingin lebih tahu.
4) Mengungkapkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
c. Struktur kelompok
Pelaksanaan metode inquiri berorientasi diskoveri ini di dalam suatu kelas dilaksanakan oleh kelompok-kelompok yang terdiri dari enam kelompok, masing-masing terdiri dari enam orang siswa, dan tiap anggota melakukan peran tertentu yaitu:
1) Pemimpin kelompok bertanggung jawab memulai diskusi, menyiapkan kelompok untuk mengerjakan tugas dan melengkapai tugas-tugas, bertemu dengan guru untuk mendiskusikan kemajuan dan kebutuhan kelompoknya, mendeskripsikan kemajuan dan kebutuhan kelompoknya, mendeskripsikan informasi dari guru kepada kelompok, dan menyampaikan kepada kelas atau kepada kelompok lainnya.
2) Pencatat (recorder); membuat dan memelihara catatan, karya tulis, dan materi tulisan kelompok, baik yang dibuat pada waktu berdiskusi maupun membagikannya kepada anggota kelompok, serta membuat daftar centang (check list) dan daftar hadir para anggota kelompok.
3) Pemantau diskusi (discusion monitor); berupaya memastikan bahwa diskusi berlangsung lancar dan semua pendapat disampaikan dan dibahas dalam diskusi. Pemantauan diperlukan agar diskusi berlangsung secara terbuka dan mendapat dukungan.
4) Pendorong (prompter); memelihara mental berdiskusi para anggota dengan teknik menggunakan daftar centang partisipasi terhadap semua anggota agar memberikan kontribusi dan mencoba menggambarkan penjelasan yang lebih rinci dari para anggota kelompok.
5) Pembuat rangkuman (summarizer); selama berlangsungnya diskusi dan pada waktu menarik kesimpulan pada setiap pertemuan inquiri, perangkum merangkum butir-butir pokok yang muncul dan merangkum tugas-tugas spesifik baik yang lengkap maupun yang belum lengkap, mengundang pertanyaan-pertanyaan dari kelompok untuk mengklarifikasikan kedudukan kemajuan dan tujuan-tujuan kelompok.
6) Pengacara (advocate); bertugas melakukan dan memberikan pendapat bandingan terhadap argumen yang disampaikan dalam diskusi terhadap pendapat yang diajukan oleh kelompoknya (Hamalik, 2003:221-222).
d. Langkah-langkah pembelajaran

Langkah-langkah inti dalam metode inquiri berorientasi diskoveri yang dikemukakan Hamalik (2003:221) adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inquiri secara jelas.
2) Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta.
3) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2.
4) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul.
5) Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai proposisi tentang fakta. Jawaban itu mungkin merupakan sintesis antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji dengan informasi yang terkumpul.
Adapun langkah-langkah pembelajaran atas dasar metode ini sebagaimana yang diungkapkan Azhar (1993:101) adalah sebagai berikut:
1) Persiapan:
a) Guru merumuskan masalah sebagai topik
b) Merumuskan tujuan pembelajaran
c) Menjelaskan jalannya inquiri dan penemuan
2) Pelaksanaan:
a) Guru mengemukakan masalah tertentu, siswa diberi kesempatan bertanya tentang masalah tersebut beserta jalannya inquiri dan penemuan kalau masih ada yang belum jelas.
b) Siswa diberi kesempatan bertanya seluas mungkin tentang masalah yang menjadi topik, sampai merasa cukup untuk mengambil kesimpulan. Tidak dibenarkan guru memberikan jawaban yang sifatnya ”menjawab atau memecahkan masalah” yang dihadapi siswa (tegasnya; bukan guru yang berhasil menjawab tujuan pembelajaran tapi siswa). Misalnya; guru hanya memberi jawaban ’tidak’ atau ’bukan’ dan lain-lain. Apabila siswa kurang aktif, guru memberikan ’pertanyaan pancingan’ untuk membantu siswa menelaah masalah tersebut hingga siswa akhirnya menemukan jawabannya. (Ingat bahwa inquiri dapat dimaksudkan untuk mencari jawaban tertentu/ yang sudah pasti ataupun kemungkinan pilihan/alternatif jawaban atas masalah. Jawaban yang sudah pasti atau jawaban yang bersifat alternatif itulah sebagai temuan siswa).
c) Siswa menemukan kesimpulan atau pendapat sementara (hipotesis) beserta alasan-alasannya.
3) Penyelesaian: (sebagai akhir KBM)
a) Guru bersama siswa menguji atau membahas pendapat sementara yang dikemukakan siswa atas dasar bukti (data) yang ada.
b) Pengambilan kesimpulan dilakukan oleh siswa dibantu guru.
e. Kelebihan dan kekurangan
Setiap metode pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Seperti halnya metode inquiri berorientasi diskoveri ini. Adapun kelebihan dan kekurangan metode inquiri berorientasi diskoveri menurut Roestiyah (2001:76-77) dan Suryosubroto (2002:201) adalah sebagai berikut:

· Kelebihan:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan ”self concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan perpindahan pada situasi proses belajar yang baru.
3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
5) Memberi kepuasaan yang bersifat intrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9) Dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar yang tradisional.
10) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
· Kekurangan:
1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain.
2) Metode ini kurang efektif untuk mengajar kelas besar.
3) Kurang cocok untuk anak yang usianya terlalu muda, misalnya SD.
4. Aktivitas Belajar
Proses belajar yang sedang berlangsung di kelas melibatkan siswa dan menuntut siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Para siswa dituntut untuk mendengar, memperhatikan, dan mencerna pelajaran yang disampaikan oleh guru. Selain itu siswa juga harus aktif bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum jelas. Siswa harus lebih kritis, kreatif lebih perhatian dalam menerima pelajaran atau materi yang disampaikan oleh guru. Begitu juga sebaliknya guru juga harus memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan juga harus dapat menciptakan suasana belajar dalam kelas yang menimbulkan aktivitas siswa sehingga akan tercipta proses belajar mengajar yang baik dan akan menyebabkan interaksi di dalam kelas yang dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi didiknya.
Menurut Hamalik (2002:34) aktivitas belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai pengetahuan, keterampilan, nilai dan si­kap. Hal ini sejalan dengan fungsi dan tugas guru sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Guru hendaknya mampu menciptakan pembelajaran yang dapat mengikut sertakan siswa secara aktif baik fisik maupun mental sebagai individu ataupun sebagai kelompok.
Hamalik (2003:175) mengungkapkan bahwa penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena:
1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
3) Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa.
4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.
5) Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
6) Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan guru.
7) Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalistis.
8) Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat.
Dengan demikian, aktivitas merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan prestasi belajar siswa, karena di dalam proses kegiatan belajar mengajar tanpa adanya suatu keaktifan siswa, maka belajar tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Siswa yang aktif dalam belajar akan mendapatkan prestasi yang baik dibandingkan siswa yang kurang aktif di dalam belajar. Dengan demikian aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar karena segala sesuatu tidak akan tercapai secara maksimal bila setiap individu tidak aktif dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Aktivitas belajar siswa tentunya berbeda-beda. Hal ini banyak dipengaruhi oleh kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru. Aktivitas belajar tersebut antara lain (Djamarah, 1997:84):
1) Siswa belajar secara individual untuk menerapkan konsep, prinsip dan generalisasi.
2) Siswa belajar dalam bentuk kelompok untuk memecahkan masalah.
3) Siswa berpastisipasi dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara.
4) Siswa berani mengajukan pendapat
5) Ada aktivitas belajar analisis, sintesis, penilaian dan kesimpulan.
6) Antara siswa terjalin hubungan social dalam melaksanakan kegiatan belajar.
7) Setiap siswa bisa mengomentari dan memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lain.
8) Setiap siswa berkesempatan belajar dari berbagai sumber yang tersedia. Setiap siswa berupaya menulis hasil belajar yang dicapainya.
9) Ada upaya dari siswa untuk bertanya kepada guru dan atau meminta pendapat guru dalam kegiatan belajarnya.
Sudjana (1989:72) mengatakan bahwa makin tinggi aktivitas be­lajar siswa maka semakin tinggi peluang berhasilnya pembelajaran dan penilaian. Untuk itu, guru dituntut harus mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang terjadi.
5. Prestasi Belajar
Menurut Djamarah (1994:19), prestasi belajar adalah hasil dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan, baik secara individual maupun kelompok. Sementara menurut Slameto (2003:2), prestasi belajar merupakan suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar. Perubahan itu meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, Hamalik ((2003:30) mengungkapkan bahwa hasil belajar akan tampak pada perubahan dalam aspek-aspek tingkah laku manusia. Aspek-aspek tersebut antara lain: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan social, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap.
Sutratinah dalam Depdiknas (2005:6), mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar. Hasil evaluasi dari pembelajaran dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti terjadi pe­ruba­han pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri siswa yang mengikuti proses pembe­lajaran dan evaluasi.
Mukhtar (2003:54) mengatakan bahwa hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi dalam aktivitas dan pembelajaran baik di kelas, sekolah maupun di luar sekolah. Apa yang dialami siswa dalam proses pengem­bangan kemampuannya merupakan apa yang diperolehnya dari belajar. Untuk memperoleh pengetahuan, siswa harus ‘aktif’ atau ‘belajar secara aktif’. Oleh karena itu, didalam kelas yang ideal, siswa harus melakukan penyelidikan ‘me­mecahkan’ masalah, mengeksplorasi gagasan-gagasan dengan menggunakan benda-benda konkret atau media pembelajaran, mengerjakan hal-hal tersebut se­cara mandiri dan secara berkelompok, atau bekerjasama dalam kelompok kecil, mengungkapkan gagasan-gagasan baik secara lisan maupun tulisan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil pengukuran serta penilaian dari aktivitas belajar setiap individu yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Sedangkan prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil-hasil belajar siswa yang diambil selama melakukan proses pembelajaran dan evaluasi.
6. Materi Persegi Panjang dan Persegi
Ringkasan materi berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah sebagai berikut: (Cunayah, 2005:272-285)
A. D
A
C
B
Persegi panjang


Pengertian persegi panjang:
Persegi panjang adalah suatu segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar serta besar keempat sudutnya sama dan siku-siku (90o).
Sifat-sifat persegi panjang:
1) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
2) Keempat sudutnya sama besar dan siku-siku (90o).
3) Panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi dua sama panjang.
A
B
C
D
O
Penggunaan sifat-sifat persegi panjang dalam pemecahan masalah:




(i) panjang
(ii)
(iii) besar ∠ DAB = besar ∠ ABC = besar ∠ BCD = besar ∠ ADC = 90o
(iv)
(v)
B. D
A
C
B
Persegi



Pengertian persegi:
Persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang.
Sifat-sifat persegi:
1) Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
2) Keempat sudutnya siku-siku.
3) Panjang diagonal-diagonalnya sama dan membagi dua sama panjang.
4) Panjang keempat sisinya sama.
5) Setiap sudutnya dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.
6) Diagonal-diagonalnya berpotongan saling tegak lurus.


Penggunaan sifat-sifat persegi dalam pemecahan masalah:




(i)
(ii)
(iii) besar ∠ DAB = besar ∠ ABC = besar ∠ BCD = besar ∠ ADC = 90o
(iv) besar ∠ CAB = besar ∠ CAD = besar ∠ DBA = besar ∠ DBC = besar ∠ ACB = besar ∠ ACD = besar ∠ BDA = besar ∠ BDC
(v) besar ∠ AOB = besar ∠ BOC = besar ∠ COD = besar ∠ AOD = 90o
(vi)
(vii)

C. Keliling dan luas daerah persegi panjang dan persegi
1. Keliling persegi panjang dan persegi
· Keliling persegi panjang adalah jumlah panjang semua sisi yang membatasi suatu bangun persegi panjang.
p
l
D
A
C
B
Kelililng persegi panjang dapat ditulis:
K = p + l + p + l
= (p + p) + (l + l)
= 2p + 2l
= 2 (p + l)
dengan: p = panjang persegi panjang
l = lebar persegi panjang
· Keliling persegi adalah jumlah semua sisi yang membatasi suatu bangun persegi.
s
D
A
C
B
s
Keliling persegi dapat ditulis:
K = s + s + s + s
= 4s
dengan: s = panjang sisi persegi
2. Luas daerah persegi panjang dan persegi
· Luas suatu bangun atau objek dapat didefinisikan sebagai jumlah bahan (satu satuan luas) yang dapat menutupi bangun atau objek tersebut (Kendall, 2008:307).
· Rumus luas daerah persegi panjang adalah:
L = p x l
dengan: p = panjang persegi panjang
l = lebar persegi panjang
· Rumus luas daerah persegi adalah:
L = s x s
= s2
dengan: s = panjang sisi persegi

B. Kerangka Berfikir
Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangatlah penting, sebab guru adalah perancang, pengelola sekaligus penilai proses belajar mengajar itu sendiri. Peran guru sebagai perancang proses belajar mengajar dituangkan dalam perangkat pembelajaran, mulai dari program tahunan yang dirancang untuk satu tahun pembelajaran hingga rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) yang disusun untuk tiap pertemuan. Pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan guru dengan berbagai strategi belajar mengajar dan pengelolaan kelas. Sedangkan sebagai penilai mencakup penilaian terhadap hasil belajar siswa, menilai kemampuan guru sendiri serta menilai keberhasilan program instruksional secara menyeluruh.
Kompleksnya peranan guru dalam proses belajar mengajar salah satunya ditentukan oleh peran metode pembelajaran. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, salah satu peran guru adalah sebagai pengelola. Pengelolaan proses belajar mengajar menempatkan metode pembelajaran sebagai salah satu faktor penting keberhasilan guru.
Metode yang selama ini banyak digunakan oleh guru khususnya guru matematika kelas VII di SMPN 3 Mataram adalah metode ceramah, sebuah metode yang berpusat pada guru. Metode ini tentunya memiliki kelebihan-kelebihan seperti dari segi efisiensi waktu. Namun metode ini membuat siswa menjadi pasif, karena siswa hanya menerima dan bersifat menunggu. Sedangkan penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa.
Menyadari pentingnya keaktifan siswa dan metode dalam proses belajar mengajar, maka diperlukan suatu metode yang mengaktifkan siswa baik dari segi fisik maupun mental agar pengetahuan tersebut dapat lebih tertanam pada diri siswa dan mengakibatkan peningkatan prestasi yang dicapai. Untuk itu, penggunaan metode inquiri berorientasi diskoveri yang berpusat pada siswa perlu dipraktekkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Penggunaan metode inquiri berorientasi diskoveri menuntut siswa terlibat aktif dalam menemukan suatu konsep. Metode ini mengembangkan ketrampilan berfikir kritis dan deduktif melalui pengalaman-pengalaman kelompok dimana siswa berkomunikasi, berbagi tanggung jawab, dan bersama-sama mencari pengetahuan. Dalam metode ini, guru ditempatkan sebagai fasilitator bukan sumber informasi utama.
Melalui metode ini, siswa diarahkan untuk menemukan suatu pengetahuan bukan dijejali dengan pengetahuan. Dengan penyelidikan dan penemuan sendiri, siswa diharapkan lebih mengingat dan memahami materi yang diajarkan, khususnya pada materi persegi panjang dan persegi. Sehingga prestasi siswa dapat ditingkatkan.
Dengan demikian penerapan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa khususnya dalam materi persegi panjang dan persegi.

C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penerapan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri pada materi persegi panjang dan persegi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII-6 SMP Negeri 3 Mataram tahun ajaran 2007/2008”.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian di bidang pendidikan yang dilaksanakan di­dalam kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran (Kasbolah, 1999:15).

B. Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Mataram. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII-6 semester 2 tahun ajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa se­banyak 36 orang dan guru yang melaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri pada kelas tersebut.

C. Faktor yang Diselidiki
Adapun faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor siswa
a. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar pada materi persegi panjang dan persegi melalui penerapan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri.
b. Prestasi belajar siswa selama dan sesudah proses belajar mengajar pada materi persegi panjang dan persegi melalui penerapan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri.
2. Faktor guru
a. Aktivitas guru dalam menerapkan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri pada proses bela­jar men­gajar.
b. Kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan penilaian yang diintegrasikan dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat.

D. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan untuk materi persegi panjang dan persegi dengan alokasi waktu 9 pertemuan (18 jam pelajaran). Materi persegi panjang dan persegi meliputi 6 sub pokok bahasan dengan alokasi waktu (pertemuan) sebagai berikut:
Tabel 3: Pembagian waktu untuk tiap-tiap sub materi pada materi persegi panjang dan persegi.

No. Siklus Pertemuan Sub Pokok Bahasan Waktu
1 I I Sifat dan pengertian persegi panjang 2 jam pelajaran
2 II Penggunaan sifat persegi panjang dalam pemecahan masalah 2 jam pelajaran
3 III Evaluasi siklus I 2 jam pelajaran
4 II I Sifat dan pengertian persegi 2 jam pelajaran
5 II Penggunaan sifat persegi dalam pemecahan masalah 2 jam pelajaran
6 III Evaluasi siklus II 2 jam pelajaran
7 III I Keliling persegi panjang dan persegi 2 jam pelajaran
8 II Luas daerah persegi panjang dan persegi 2 jam pelajaran
9 III Evaluasi siklus II 2 jam pelajaran

Dari masing-masing siklus tersebut, dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Dalam tahapan perencanaan dilakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Menyiapkan skenario pembelajaran.
b. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan media pembelajaran yang sesuai.
c. Menyiapkan lembar observasi.
d. Menyiapkan soal tes hasil belajar.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahap ini peneliti melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sesuai dengan rencana yang telah dituangkan dalam skenario pembelajaran. Adapun langkah-langkah utama dalam menerapkan metode pembelajaran inquiri berorientasi diskoveri adalah:
a. Pendahuluan
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran pada setiap pertemuan.
2) Memberikan motivasi kepada siswa.
3) Menjelaskan jalannya proses inquiri berorientasi diskoveri secara garis besar dan menginformasikan struktur kelompok beserta peran para anggotanya.
4) Membagi siswa menjadi kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 5 sampai 6 orang dengan memperhatikan aspek akademik dan aspek sosial.
b. Pengembangan
1) Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) beserta media pembelajaran yang diperlukan kepada masing-masing kelompok untuk didiskusikan.
2) Guru memimpin diskusi dan mengemukakan masalah tertentu yang menjadi topik inquiri, dan memberi kesempatan bertanya tentang masalah tersebut jika ada yang belum jelas.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan proses inquiri (penyelidikan) hingga akhirnya memperoleh suatu penemuan (diskoveri) dengan cara mengikuti langkah-langkah dalam LKS dan kemudian didiskusikan dengan anggota kelompok.
4) Siswa membuat hipotesis (jawaban sementara) terhadap konsep-konsep yang telah ditemukan dengan cara mengisi langkah-langkah dalam LKS.
5) Memberikan kesempatan kepada masing-masing perwakilan kelompok untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang sudah dibuat dengan jalan menuliskan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
6) Membimbing siswa dalam menemukan, merumuskan maupun memecahkan persoalan yang ada dalam LKS.
c. Penerapan
1) Memberikan soal latihan kepada siswa berhubungan dengan konsep yang sudah ditemukan.
2) Membimbing siswa dalam mengerjakan latihan baik secara individu maupun kelompok.
3) Membahas laihan soal yang dianggap sulit oleh siswa.
d. Penutup
1) Bersama siswa menarik kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut.
2) Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah.
3) Menginformasikan kepada siswa untuk mempelajari materi selanjutnya dan menyiapkan bahan yang diperlukan untuk pertemuan berikutnya.
3. Tahap Observasi
Kegiatan observasi dilakukan secara kontinyu setiap kali berlangsungnya pelaksanaan tindakan dengan mengamati aktivitas belajar siswa dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar.
4. Tahap Evaluasi.
Evaluasi hasil belajar dilaksanakan pada akhir setiap siklus. Evaluasi dilakukan dengan memberi tes dalam bentuk essay. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari.

5. Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Pada tahap ini, peneliti bersama guru mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pemberian tindakan tiap siklusnya. Sebagai acuan dalam refleksi ini adalah hasil observasi dan evaluasi. Hasil ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian data-data penelitian diambil dengan menggunakan dua instrumen penelitian yaitu:
1. Lembar observasi.
Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar digunakan beberapa indikator melalui lembar observasi. Adapun indikator-indikator untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam proses belajar mengajar antara lain:
a. Aktivitas siswa
Indikator aktivitas siswa antara lain :
1) Kesiapan siswa dealam mengikuti kegiatan pembelajaran
2) Perhatian siswa di awal kegiatan pembelajaran
3) Aktivitas siswa dalam kegiatan inquiri berorientasi diskoveri dan diskusi kelompok
4) Aktivitas siswa dalam menguji hipotesis
5) Interaksi siswa dengan guru
6) Aktivitas siswa dalam mengerjakan soal latihan
7) Partisipasi siswa dalam menutup kegiatan pembelajaran
b. Aktivitas guru
Indikator aktivitas guru antara lain:
1) Perencanaan dan persiapan penyelenggaraan pembelajaran
2) Pemberian motivasi dan apersepsi kepada siswa
3) Pengaturan kegiatan pembelajaran secara berkelompok
4) Membimbing siswa dalam proses inquiri berorientasi diskoveri
5) Pemberian umpan balik terhadap hasil hipotesis dan disksi kelompok
6) Mengevaluasi kegiatan pembelajaran
7) Menutup pembelajaran
2. Tes hasil belajar.
Untuk mengetahui hasil belajar siswa digunakan instrumen berupa tes. Jenis soal tes yang digunakan adalah dalam bentuk essay, ini dibuat guna mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan.

F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data prestasi belajar siswa dan data aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Data prestasi belajar siswa dikumpulkan dengan memberikan tes kemampuan siswa. Sedangkan data aktivitas belajar siswa dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.
G. Analisa Data
1. Data Aktivitas siswa
Setelah diperoleh data dari lembar observasi siswa maka data aktivitas siswa akan dianalisis dengan cara berikut :
a. Menentukan skor aktivitas siswa secara klasikal untuk masing-masing deskriptor, yaitu :
Skor 0 diberikan jika X 25 %
Skor 1 diberikan jika 25 % X 50%
Skor 2 diberikan jika 50 % X 75%
Skor 3 diberikan jika X > 75 %
Dimana X = banyaknya siswa yang aktif melaksanakan aktivitas sesuai deskriptor
b. Menentukan skor maksimal ideal (SMi)
Banyaknya indikator = 7
Skor maksimal setiap indikator = 3
Skor setiap indikator = rata-rata skor deskriptornya
Jadi skor maksimal ideal (SMi) = 7 x 3 = 21
Skor minimal seluruh indikator = 7 x 0 = 0
c. Menentukan Mi (Mean ideal) dan SDi (Standar Deviasi ideal) dengan rumus sebagai berikut :
Mi =
= = 10,5
SDi =
SDi = = 3,5
d. Menentukan kriteria aktivitas siswa
Untuk menentukan kriteria aktivitas siswa digunakan skor standar seperti yang tertera pada tabel berikut ini (Nurkancana, 1983 : 103)
Tabel 4: Kriteria untuk menentukan aktivitas belajar siswa berdasarkan skor standar

Interval Interval Skor Kategori
Mi+1,5 SDi Mi+3 SDi
Mi+0,5 SDi ∠Mi+1,5 SDi
Mi-0,5 SDi ∠Mi+0,5 SDi
Mi-1,5 SDi ∠Mi- 0,5 SDi
Mi- 3 SDi ∠Mi- 1,5 SDi 15,75 21,00
12,25 ∠15,75
8,75 ∠12,25
5,25 ∠ 8,75
0,00 ∠ 5,25 Sangat aktif
Aktif
Cukup aktif
Kurang aktif
Sangat kurang aktif
Keterangan: = rata-rata skor seluruh indikator tiap siklus
2. Data Aktivitas Guru
Setiap indikator perilaku guru pada penilaiannya mengikuti aturan berikut :
BS (Baik Sekali) : jika semua deskriptor yang nampak
B (Baik) : jika ada 2 deskriptor yang nampak
C (Cukup) : jika ada 1 deskriptor yang nampak
K (Kurang) : jika tidak ada deskriptor yang nampak.
3. Data Prestasi Belajar Siswa
Data prestasi belajar siswa dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menentukan skor rata-rata hasil tes dengan rumus :


Keterangan :
M = nilai rata-rata skor siswa
= nilai skor masing-masing siswa
N = jumlah siswa yang mengikuti tes
Prestasi belajar siswa dikatakan meningkat apabila terdapat peningkatan secara signifikan nilai rata-rata dari nilai rata-rata sebelumnya. Terjadi atau tidaknya peningkatan secara signifikan nilai rata-rata siswa dapat dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
dengan
Keterangan:
= nilai rata-rata siswa pada siklus sebelumnya
= nilai rata-rata siswa pada siklus sesudahnya.
n0 = banyak siswa yang mengikuti tes hasil belajar siklus sebelumnya
n1 = banyak siswa yang mengikuti tes hasil belajar siklus sesudahnya.
s = simpangan baku
s0 = standar deviasi nilai tes hasil belajar siklus sesudahnya
s1 = standar deviasi nilai tes hasil belajar siklus sesudahnya
Kriteria:
H0 : nilai rata-rata siswa pada siklus sesudahnya sama dengan nilai rata-rata siswa pada siklus sebelumnya.
H1 : nilai rata-rata siswa pada siklus sesudahnya lebih besar dari nilai rata-rata siswa pada siklus sebelumnya.
H0 ditolak jika t t1- dengan t1- didapat dari distribusi t dengan dk = (n1 + n0 -2), peluang (1- ) dan = 0,05. H0 diterima dalam hal lainnya (Sudjana, 2002:231).

H. Indikator Kerja
Indikator keberhasilan dari setiap siklus penelitian ini adalah pencapaian aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Aktivitas belajar siswa dikatakan telah meningkat apabila terjadi peningkatan skor rata-rata dari skor sebelumnya dan minimal berkategori aktif.
2. Prestasi belajar siswa dikatakan telah meningkat apabila terjadi peningkatan nilai rata-rata secara signifikan dari nilai rata-rata sebelumnya dan rata-rata nilai siswa minimal 65 dengan presentase ketuntasan belajar klasikal 85%.
3. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode inquiri berorintasi diskoveri dikatakan telah optimal apabila 80% indikator aktivitas guru minimal berkategori baik.

D.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan J.T. Prasetya. 1997. Strategi Belajar Mengajar (SBM). Bandung: Pustaka Setia.

Almihidaris. 2005. Pelajaran Matematika 1 untuk SMP Kelas VII. Depok: Arya Duta.

Azhar, L.M. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola C.B.S.A. Surabaya: Usaha Nasional.

Cunayah, C. 2005. Kompetensi Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII. Bandung : Yrama Widya.

Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hamalik, O. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

__________. 2003. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

__________. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

__________. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, J.J. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hasnunidah, N. 2007. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran FKIP Universitas Lampung. Lampung: FKIP Universitas Lampung.

Kasbolah, K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang: Depdikbud.

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

___________. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukhtar. 2003. Evaluasi yang Sukses. Jakarta: Sesama Mitra Sukses.

Nurkancana, W. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Sagala, S. 2003. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Sanjaya, W. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Siswono, T.Y.E dan Netti L. 2007. Matematika 1 SMP dan MTs untuk Kelas VII. Jakarta: Esis.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, D. 1989. Dasar-dasar Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar: